Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?

Dilihat : 1548 Kali, Updated: Senin, 15 Juli 2024
Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?

Rabu 11 Juli 2024 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan Pembukaan Roadshow Bus KPK 2024 “Jelajah Negeri Bangun Anti Korupsi”. Dipusatkan di Semarang, kegiatan ini tentu bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Acara itu dihadiri oleh Pimpinan KPK Alexander Marwata, PJ. Gubernur Jawa Tengah, Forkompimda Jateng, Ketua DPRD Jateng, Para Kepala Dinas, Lembaga dan Seluruh Bupati/Walikota se-Jawa Tengah. Materi dalam sesi panel yang disampaikan oleh tiga narasumber dari Saber Pungli Pusat Irjen Pol Andri Wibowo, Muh Immanudin Analis Kebijakan Utama KemenPAN-RB dan Kepala Ombudsment Indraza Marzuki Rais adalah tentang Patty Corruption atau Korupsi Kecil-Kecilan.

Acara itu juga diadakan secara Daring Live Zoom yang diikuti oleh seluruh Camat dan Kepala Desa/Lurah  se Jawa Tengah. Tak terkecuali Kecamatan Kebasen dan Seluruh Kepala Desanya.

Sesuai dengan namanya, petty corruption adalah korupsi skala kecil oleh pejabat publik yang berinteraksi dengan masyarakat. Jenis korupsinya seperti pungutan liar, gratifikasi, penyuapan, uang pelicin, atau pemerasan untuk memuluskan pelayanan publik atau birokrasi. Padahal, pelayanan tersebut seharusnya murah atau bahkan gratis untuk masyarakat.   

Petty corruption dalam keseharian misalnya memberikan uang untuk mengurus surat-surat kependudukan atau uang damai kepada polisi ketika ditilang. Korupsi kecil-kecilan ini kadang terjadi terang-terangan, namun dianggap biasa dan penuh pemakluman dari masyarakat.

Petty corruption, tidak bisa dianggap sepele karena dapat membentuk kebiasaan buruk dalam birokrasi dan telah merenggut hak-hak rakyat. Jika dibiarkan, para pelaku korupsi kecil ini dapat berbuat lebih jauh dengan melakukan kejahatan yang lebih besar lagi. Pelaku petty corruption merasa nyaman melakukannya karena nilai korupsinya dianggap kecil dan tidak terdeteksi oleh pusat. Tapi walau kecil, telah merugikan masyarakat secara langsung.

Masyarakat permisif dengan jenis korupsi ini, karena sudah dianggap biasa. Pimpinan KPK Alexander Parwata memberikan contoh lain tentang perilaku suap yaitu saat Pemilu Legislatif yang lalu. Seorang buruh bisa mendapatkan uang 1,5 juta hanya untuk mendukung seorang calon legislative. Bila ini terus terjadi, padahal lima bulan ke depan akan ada Pilkada serentak. Beliau mengajak semua hadirin untuk merenung, akan sampai kapan kondisi itu akan dipelihara? Untuk menjadi kepala daerah harus melakukan suap kepada masyarakat sampai puluhan milyar. Maka ketika jadi, yang dipikirkan adalah bagaimana mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan. Maka terjadilah korupsi sedang dan korupsi besar.

Alexander Parwata menyindir, bila korupsi terus berlanjut seperti saat ini, dari sekala kecil sampai sekala besar, padahal kita berharap 2045 akan menjadi Indonesia Emas, maka jangan-jangan bukan Indonesia Emas yang kita dapatkan, tapi menjadi Indonesia Cemas atau Indonesia Lemas karena perilaku koruptif dari penyelenggara negara yang tidak bisa dihentikan.

Komentar