Ruwet Lagi

Menyepelekan dan memanipulasi data administrasi kependudukan saat ini, dimana data kependudukan telah terintegrasi dalam satu sistem yaitu SIAK Terpusat dan masing-masing penduduk hanya memiliki satu Nomor Induk Kependudukan (NIK), akan membuat keadaan menjadi ribet ketika berurusan dengan pelayanan publik.
NIK tidak terdeteksi di Sistem Perbank-kan menjadi masalah, NIK tidak terdaftar di Sistem Pendidikan (PPDB) menjadi masalah, lebih-lebih ketika berurusan dengan perceraian, pernikahan, ahli waris dan lain-lain.
Ada kasus menarik tentang manipulasi data administrasi kependudukan ini yang terjadi beberapa waktu lalu. Seorang warga yang diantar oleh ketua RT, akan melangsungkan pernikahan, dan minta dokumen untuk persyaratan menikah yaitu KTP. Untuk penggantian KTP, tentu ada alasan yang mendasari. Apakah pindah alamat, ganti status, ganti pekerjaan, KTP hilang atau alasan lainnya. Warga ini meminta KK baru karena pindah alamat dan kebetulan berasal dari wilayah/kabupaten lain.
Setelah KTP lama diserahkan untuk diganti dengan KTP baru, ternyata status KTP lama adalah KAWIN. Kemudian yang bersangkutan menunjukan akte cerai dan surat pindah (SKPWNI). Ternyata SKPWNI dan KK baru yang diserahkan, NIK nya berbeda dengan KTP lama yang dimiliki. Bahkan NIK baru yang dimiliki, di SIAK Terpusat masih belum ada foto KTP, artinya yang bersangkutan belum pernah melakukan perekaman e-KTP.
Bukan hanya itu. Akte cerai yang diajukan, berasal dari Pengadilan Agama Banyumas, padahal alamat KTP adalah luar wilayah Banyumas. Kok bisa? Apakah mungkin pengajuan cerai menggunakan surat keterangan domisili? Bukan menggunakan alamat KTP. Masih ditambah lagi, data KTP lama baik suami dan istri beragama Kristen. Kok proses cerai di Pengadilan Agama?
Demi tertib administrasi, kondisi seperti ini harus dibetulkan. Satu warga negara, mestinya hanya memiliki satu NIK. Kalau dipaksakan dengan NIK baru, kemudian dilakukan perekaman KTP ulang, maka sistem akan menolak karena terjadi duplikat record. Deteksi duplikat bisa dari sidik jari, bisa dari rekam iris mata, bisa dari data lainnya. Bila terjadi duplikat record, maka salah satu data harus dihapus.
Di sisi lain, yang bersangkutan memaksa untuk dikeluarkan dokumen KTP, karena akan menikah segera. Ruwet… mungkin itu kata yang pas untuk menggambarkan kondisi itu. Bagaimana KTP bisa dicetak ketika dia belum pernah rekaman?
Administrasi Kependudukan saat ini sudah jauh mengalami perbaikan di banyak hal. Dari pelayanannya yang sudah banyak terfasilitasi dengan sistem Online. Prosedur yang dibuat sudah semakin sederhana. Bahkan untuk Kabupaten Banyumas, pelayanan adminduk sudah dapat secara mandiri/online memanfaatkan aplikasi Identitas Kependudukan Digital / web https://gratiskabeh.banyumaskab.go.id/ maupun difasilitasi di Pemerintahan Desa dengan pelayanan CNN (Cukup Neng Ndesa) hasil inovasi Kecamatan Kebasen. Cukup pengurusan sampai ke Balaidesa setempat.
Hanya persoalannya, terkadang ada masyarakat yang merasa memiliki koneksi (ordal) di Dindukcapil, tidak mau menempuh jalur yang prosedural sehingga memanipulasi data kependudukan, dan celakanya difasilitasi oleh oknum di Dindukcapil. Hal-hal semacam ini yang akhirnya membuat ruwet di kemudian hari. Dan semoga kasus serupa tidak terjadi di Kabupaten Banyumas dimana pengurusan adminduk cukup di desa setempat.
Related Posts
Komentar
Popular Post
Copyright © 2025 | Pemerintah Kabupaten Banyumas