Tragisnya Efek Data Kependudukan
Penyaluran Sembako dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang dilakukan oleh Kementrian Sosial RI melalui PT Pos Indonesia akhir tahun 2024, dari enam desa di Kecamatan Kebasen terdapat sedikitnya 12 penyaluran sembako dan PKH yang dikembalikan ke Kementrian Sosial. Alasan dikembalikan adalah karena penerima sudah meninggal dunia. Tapi setelah ditelusuri identitas penerima melalui Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Terpusat milik Kementrian Dalam Negeri, data-data tersebut masih ada dan tercatat sebagai warga negara yang masih hidup.
Kasus serupa juga terjadi di Puskesmas terkait dengan dana kapitasi. Dana kapitasi adalah dana yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bagi peserta JKN. Dana tersebut dibayarkan dimuka setiap bulan tanpa memperhitungkan banyaknya pasien peserta JKN yang berobat dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas.
Akhir tahun 2024 ada audit yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan tentang penyaluran dana kapitasi itu. Salah satu yang diaudit adalah tentang kepesertaan BPJS. Karena kapitasi didasarkan pada jumlah peserta, apa yang terjadi ketika peserta yang sudah meninggal dunia tapi masih dihitung dalam penyaluran dana kapitasi? Konsekuensi dari itu, hampir seluruh Puskesmas di Kabupaten Banyumas harus mengembalikan sebagian dana kapitasi, padahal dana kapitasi yang diberikan di awal tahun telah digunakan untuk operasional kegiatan Puskesmas, termasuk d dalamnya untuk jasa pelayanan pegawai.
Kasus lainnya, mungkin dalam rangka mengantisipasi konflik horizontal pada Pilpres, Pileg dan Pilkada terkait dengan Daftar Pemilih, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mau menggunakan data apa adanya yang disajikan oleh Dirjen Administrasi Kependudukan Kementrian Dalam Negeri walaupun sudah ada SIAK Terpusat. KPU mengeluarkan daftar pemilih sementara, kemudian melakukan verifikasi dengan melakukan pencocokan dan penelitian (coklit), mengeluarkan daftar pemilih tetap dan seterusnya.
Dan masih banyak lagi kasus-kasus tragis tentang efek data kependudukan. Sayangnya masyarakat kita masih banyak yang belum peduli dengan update data kependudukan yang dimiliki. Kasus kematian yang mestinya segera untuk dilaporkan, banyak yang masih ditunda-tunda untuk tidak dilaporkan dengan berbagai alasan. Padahal pengaruhnya cukup merepotkan bagi instansi yang berkaitan dengan keuangan.
Data yang cukup penting saja diabaikan, bagaimana dengan data yang pengaruhnya tidak terlalu signifikan seperti data pendidikan, pekerjaan, status dan lain-lain. Tidak hanya satu atau dua kasus belum nikah tapi sudah cerai ( https://kebasenkec.banyumaskab.go.id/read/47253/belum-kawin-tapi-sudah-cerai ), atau beda nama, beda tempat lahir, beda tanggal lahir antara KK, Ijazah dan surat nikah. Dan itu semua sudah semestinya harus diselesaikan agar tidak ada lagi efek tragis dari data kependudukan yang tidak valid.